Anak ITB di Mata yang Bukan Anak ITB

Rasanya aku sudah sangat geram sekali, entah sudah berapa minggu Leni tidak mengerjakan tugas piket mingguannya untuk beres-beres kosan. Nadia juga demikian, Kiki juga demikian. Anak-anak ITB ini benar-benar pemalas dan sok sibuk. Di kosan kami, kami tidak menyewa tukang bersih-bersih, jadi kami setiap hari secara bergiliran mendapat tugas piket untuk bersih-bersih kosan. Tugasnya tidak susah sih, hanya memasak nasi (pakai magic jar, hmm … sepertinya lebih tepat jika kukatakan tugasnya mencuci beras), menyapu dan mengepel, menyikat lantai kamar mandi dan membuang sampah dari dalam kosan ke bak sampah besar di depan kosan. Rumah kosan yang harus disapu dan dipel juga tidak seberapa luas, cukup swash-swish-swash-swish beberapa kali saja sudah selesai. Lantai kamar mandi yang disikat juga tidak seberapa luas, hanya beberapa ubin saja koq luasnya. Jangankan mengerjakan tugas piket, bahkan piring dan gelas bekas makannya saja seringkali sampai menggunung di kitchen sink karena sudah beberapa hari tidak dicuci. Baunya bukan main! Kalau kucuci piring-piring itu, mereka jadi tambah malas, tidak kucuci baunya benar-benar mengganggu, sungguh simalakama. “Urgggh … seballllll!!!! Sesibuk apa sih mereka itu sampai mengerjakan pekerjaan mudah itu saja tidak pernah sempat?”, pikirku.

Bau bekas makanan basi itu bener-bener bikin illfeel
sumber : wajibbaca.com

Kadang aku juga paham sih kalau mereka sepertinya lelah sekali, tidak jarang kulihat mereka baru pulang di jam 2 atau 4 pagi dan sudah harus berangkat kuliah lagi sebelum jam 7 pagi sambil tergesa-gesa seperti orang dikejar setan. Seringkali kulihat mereka bahkan tidak sempat mandi saat pergi kuliah, entah kapan mandinya kalau pulangnya lagi-lagi di jam 2 atau 3 pagi. “Boleh jadi anak ITB itu pinter-pinter, tetapi mereka itu ternyata jorok-jorok begitu, tidak sejalan antara otak dan kebersihan, ihhhh!”, bulu romaku rasanya bergidik memikirkan justifikasiku atas anak-anak ITB itu.


Kadang aku juga sebal sekali karena setiap kali aku mau mencuci baju, tiba-tiba jemuran sudah penuh dengan baju salah satu anak ITB yang sepertinya baru sempat dicuci seminggu sekali atau bahkan lebih. Seharusnya, kalau mereka tidak ada waktu buat mencuci setiap hari atau dua hari sekali, kenapa tidak di-laundry saja, sih? Uangnya juga tidak seberapa kan? Entahlah, kalau mencucinya sampai seminggu sekali begitu, apa stok celana dalamnya cukup ya? Artinya minimal dia harus punya stok 14 celana dalam kan ya kalau mencucinya baru sempat seminggu sekali? Atau jangan-jangan dia cuma pakai satu celana dalam untuk seharian? Atau mungkin jangan-jangan dia pakai side A dan side B? “Ahh … aku penasaran, nanti akan kuhitung saja jemuran celana dalamnya, kalau kurang dari 7 buah artinya anak ITB itu benar-benar jorok, tidak ganti celana dalam seharian”, ihhh … memikirkannya saja sudah membuat Miss V-ku gatal. Itu baru celana dalam, gimana dengan bra-nya? Wah … koq aku malah sibuk mau jadi detektif gini menghitung “daleman” mereka. Jaketnya saja (yang katanya jaket himpunan kebanggaan) sepertinya sudah berbulan-bulan tidak dicuci. Dan dugaanku pasti benar, aku belum pernah mendapati cucian jaket himpunannya bertengger di jemuran selama beberapa bulan ini.

Kepo sama jemuran anak ITB
sumber : grid.id


Si Kiki termasuk anak ITB yang agak rajin menurutku. Walau beberapa kali bolos piket kosan, tapi dia tidak separah si Leni. Kulihat dia tidak terlalu sibuk seperti si Leni. Aku masih seringkali bisa makan malam bareng dan nonton drama korea bareng sama si Kiki, dan kulihat sepertinya dia tidak terlalu punya banyak tugas. Masalahnya si Kiki ini suka sombong, kalo gak ngomongin dan ngebanggain dirinya, ya ngebanggain ITB terusss. Males banget kan jadinya ngobrol sama dia.


Si Nadia lebih aneh lagi, setiap kali dia stres, dia akan memutar lagu mars ITB sekencang-kencangnya, sampai seantero kosan kedengeran, dan pasti orang-orang yang melintas di gang samping kosanku pun akan mendengarnya juga. Yang lebih menyebalkannya lagi, si Nadia ini dalam seminggu bisa berapa kali stress. Prett banget dah …, rasanya pengen muntah dengar lagu begituan. “Ya Tuhan, beri aku kesabaran menghadapi anak-anak ITB ini. Mereka benar-benar seperti alien di muka bumi ini!”.


Suatu hari, aku pernah diajak oleh salah satu teman kosanku yang anak ITB (si Leni) jalan-jalan ke kampus ITB. Aku memang sudah beberapa kali mengunjungi kampus ITB, tetapi biasanya di waktu libur akhir semester, saat kampus ITB tidak terlalu ramai. Dan kali ini aku mengunjungi ITB saat perkuliahan sudah dimulai. Aku bisa melihat sendiri hiruk pikuk perkuliahan anak ITB di pagi hari. Selama sejam aku mengamati mereka, aku benar-benar dibuat terpingkal-pingkal oleh tingkah laku anak ITB, tingkah mereka benar-benar out of the box, aneh-aneeeeeh sekali, bahkan baru kulihat seumur hidupku.

Kampus ITB
sumber : news.detik.com

Bayangkan saja, banyak sekali anak ITB yang berjalan sambil mengoceh sendiri, seperti orang gila. Ada anak ITB yang lari tunggang langgang dengan muka merah padam sambil membawa entah makalah atau apa lalu diikuti beberapa orang lain yang sama terbirit-biritnya menuju suatu tempat. Kata temanku, biasanya itu karena ada deadline mengumpulkan tugas. Satu hal yang pasti, selama sejam aku mengamati, semua anak ITB itu culun-culun, mukanya datar, serius, keningnya berkerut-kerut, wajahnya kusam, kantung matanya hitam tebal, mulutnya manyun, tak tampak ada keceriaan, bahkan saat mereka saling sapa pun ekspresinya datar walau mereka tertawa. Sepertinya sari kebahagiaan mereka sudah habis dilahap dementor. Kuliah disana tampaknya benar-benar menyeramkan, ya?


Semua anak ITB yang kulihat pagi itu, tidak ada satu pun yang stylish, tidak jauh berbeda seperti teman-teman kosanku yang anak ITB itu, semuanya culun-culun. Pakaian mereka ke kampus benar-benar kacau-balau: ada yang celana dalemannya (dan itu jelas-jelas celana piayama) balapan dengan rok panjangnya, sepatunya kotor-kotor, bajunya kumel-kumel (curiga baju beli di Gede Bage), banyak yang berjaket tebal dan berwarna aneh-aneh (kata temanku itu adalah jaket himpunan kebanggaan, dan aku pun curiga sepertinya semua jaket itu juga tidak dicuci berbulan-bulan lamanya). Beda sekali dengan kampusku, anak-anaknya semua rapi, wangi, dan stylish. Di kampusku, kalian pasti senang mendengar harmonisnya suara tik-tok-tik-tok dari heels sepatu para mahasiswi yang saling bersahutan, pasti tepana melihat rambut-rambut yang tergerai rapi, riasan yang merona, baju dan tas girly dengan model terbaru. Para mahasiswi itu tampak bagai bidadari anggun nan menawan. Di kampusku, kalian akan menemukan tawa riang tanpa beban memenuhi semua sudut kampus. Ahh … beda sekali auranya dengan kampus ITB ini.


Aku bersyukur Tuhan tidak meluluskan aku untuk kuliah di ITB, walau mungkin sepertinya masa depanku tidak secerah anak-anak ITB, tetapi ku tak sanggup mejalani hidup seperti anak-anak ITB itu. Biarlah, nanti kucari saja jodoh anak ITB, kalau cowok mungkin masih bisa kutolerir lah kalau dia dulu hobi pakai jaket yang berbulan-bulan tidak dicuci atau bermuka kusam (nanti bisa kupermak, kasih skincare dikit pasti kinclong). Cowok-cowok ITB yang mapan pasti akan cari cewek yang bersih, rapi, wangi, dan kinclong kan ya?

****

Pengalaman pertama menulis fiksi dan dihadapkan dengan deadline, yeay … setidaknya sudah mencoba demi memenuhi “Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog” yang sudah beberapa bulan tidak aku ikuti lagi. Mohon koreksinya ya para Mamah ….

Penulis: sheetavia

Sanguin yang lagi belajar diem karena suka ngomong gak pake mikir

12 tanggapan untuk “Anak ITB di Mata yang Bukan Anak ITB”

  1. Saya pernah sekos bareng bahkan sempat juga tinggal di asrama ITB dan… ya begitulah. Nyengir aja jadinya mengingat masa itu. :p

  2. Wkwkwkwkwk wadaawww, kenapa saya malu ya bacanya. Ehehehe.

    Saya sedikit mirip dengan tokoh ‘Leni’ saat ngekos dulu, pernah merendam baju sampai berhari-hari dan ended up jadi malah bau. Wkwkwkwk.

    Eitt eitt tapi yang pakai daleman side A side B, tentunya tidak ya wkwkwk soalnya daleman kan langsung dicuci saat mandi.

    Brati begini ya isi batin mahasiswi non-ITB tentang mahasiswi ITB. Wkwkwk. Aduh maluuuu.

  3. haha kocak banget sih Teh, tapi ini bener banget sih kayanya observasinya. Dulu aku suka main ke kost temen, ada yang bukan anak ITB kan, memang kaya bumi dan langit ama kamar temanku itu haha.
    Doa terakhirnya kocak, pantesan ya anak anak cowok ITB mainnya ke UNPAD, mungkin membantu mengabulkan doa ini.

  4. Eh ini ngomongin anak ITB angkatan berapa dan jurusan mana? Waktu angkatanku emang generasi banyak yang kucel-kucel. Tapi angkatan kebawah mulai pada stylist loh. Kayanya mulai pada belajar dari kampus sebelah juga.

  5. kalau ngaku ngalamin jadi anak itb kucel berarti kena jebakan umur wakakak…
    mahasiswa jaman now itu semerbak2, parfumnya bs dicium dari jauh, kadang ada yg pake outfit branded dr atas sampe bawah, make upnya pun high end …. kalah deh saya

  6. Aku malah jadi ingat jaman kos, cucian piring numpuk suka dilewati tikus gede banget! Abis itu aku selalu simpan piringku di kamar, ga campur Sama yg lain. Hihihi.

  7. Jamanku pastinya teh, sekitar 2004-2009, gak semua kucel sih….tapi ya lebih dari 50% kuecell…, nah…kalo anak jaman now aku kurang paham, tapi kayaknya anak2 jaman now mmg udah pada stylish dan rapi sih…

  8. Hahaha….kalo yg cerita temen non ITB main ke ITb itu beneran teh, dia ngakak gak berhenti liat mahasiswa ITB yg lalu lalang. Karena aku punya banyak temen non ITB, aku juga sering jalan-jalan ke kampus mereka. Beda banget mmg auranya…

Tinggalkan komentar