Gara-gara Tantangan Ngeblog Mamah Gajah Ngeblog Bulan September 2021 , saya jadi merenungi kemampuan berbahasa saya. Dua tahun lalu saya sempat ikut tes TOEFL, dan hasilnya nilai saya hanya 500 saja saudara-saudara. Terkezutlah saya liat soal-soal grammar itu. Kosakatanya pun saya banyak blank. Selain bahasa Indonesia dan Palembang, saya hampir tidak pernah lagi berbicara dan menulis in English, demikian juga membaca artikel atau buku berbahasa Inggris. Padahal banyak sekali novel berbahasa Inggris saya yang masih bersegel rapi, belum dibaca sama sekali. Ahh, itu baru Bahasa Inggris yang sebelumnya sering saya gunakan. Apalagi bahasa asing lain yang hampir tidak pernah saya gunakan lagi (saya sempat belajar bahasa Jepang, Arab dan Italia level dasar). Ya sudahlah, tak mengapa, toh belum kepake juga (berharap beneran bisa kepake sih nanti, walaupun dijamin pasti udah lupa semua).
Saya sedang mencoba serius belajar bahasa Arab dalam beberapa tahun ke depan, setidaknya sampai level bisa memahami sedikit-sedikit modul/buku berbahasa Arab perkuliahan saya di International Open University (IOU).
Okeh, kali ini saya mau berbgai cerita pengalaman lucu saya dalam berbahasa saja ya. Semoga dapat menghibur!!!

Pulau Bangka dan Ratusan Bahasa
Buat yang pernah tinggal di Pulau Bangka, ada hal yang sangat unik disana. Setiap desa memiliki bahasanya sendiri-sendiri. Bahasa dan logat tiap desa bisa berbeda signifikan. Desa loh … desa ini, ibaratnya kalo di Bandung, bahasa orang Taman Sari ama bahasa orang Cisitu itu udah sangat berbeda, padahal Taman Sari ama Cisitu itu deket kan? Ehhh … pas ke Dipati Ukur, udah beda lagi bahasa dan logatnya. Di Bangka mudah sekali buat kita mengenali asal desa seseorang dari bahasa dan logat mereka saat berbicara.
Bahasa yang paling lucu menurut saya dari salah satu desa di Bangka itu adalah bahasa “Desa yang gak punya huruf S”. Setiap ada kosakata dengan huruf “S” akan diganti menjadi “H” : Sabun dibilang Habun, Masak jadi Mahak, Susu jadi Huhu, Susi Susanti jadi Huhi Huhanti. Kebayang gak sih gimana mereka bilang “Ssssssstttttttt”? Ya silakan aja dicoba dengan mengganti pelafalan S menjadi H … Hhhhhhhtttttttt …

Bahasa Palembang : Katek VS Dak Katek, OOO galo, dan Jangan Marah Dong!
Temen-temen kantor saya banyak yang berasal dari luar daerah Palembang. Selain harus beradaptasi dengan pempek dan cuko, mereka juga tak henti-hentinya membahas kosakata bahasa Palembang : Katek VS Dak Katek . Arti kata “Katek” itu adalah “Tidak Ada/Enggak Ahhh”. Mereka sibuk meributkan kenapa “Dak Katek” artinya sama dengan “Tidak Ada/Enggak Ahhh”, seharusnya dengan adanya kata negasi “Dak” di depan “Katek” artinya otomatis menegasikan juga kata “Tidak”. Jadi seharusnya, arti “Dak Katek” itu adalah “Ada”. Orang Palembang bantah lagi, kan ada kata “Dak” yang artinya “Tidak/Enggak”, masak arti “Dak Katek” jadi “Ada”? Bingung? Sama, tapi saya males mikir, ya udah lah ya biarin aja, hanya gara-gara “Katek” dan “Dak Katek” bikin mereka terbahak-bahak bahagia. Lebih baik saya mikir, besok makan pempek dimana lagi, itu jauh lebih penting!!!!
Bahasa Palembang juga identik dengan akhiran A yang diubah menjadi O. Semua kata berakhiran A diubah menjadi O. Saat kita melafal kata dengan akhiran A, bentuk bibir kita terbuka dan menarik ke atas, secara otomatis kita seakan seperti tersenyum. Ketika kita melafalkan kata dengan akhiran O, otomatis bentuk mulut kita menutup, memonyong dan mengeras, seakan-akan seperti sedang marah. Okeh, bolehlah kita coba ya. Coba kalian lafalkan kata “dimana” dan “dimano”, kerasa kan beda auranya? Nah … karena mostly bahasa Palembang berakhiran O, maka setiap kali orang Palembang berbicara seakan-akan seperti mau marah. Bertahun-tahun sejak saya pindah ke Palembang (pindah sejak kelas 3 SD), saya menghindari menggunakan bahasa Palembang. Saya sendiri suka terkezuuut kalau berbincang dengan teman-teman sekolah saya. Kerasanya mereka mau marah-marah terus sama saya, padahal enggak, ya itu karena efek akhiran O.
Herannya, setelah saya punya anak, malah saya sendiri yang sekarang hobi berbahasa Palembang, even di kantor sekalipun. Saat presentasi saya bahkan sering menyelipkan bahasa Palembang. Apalagi kalo lagi marah-marah, cas cas cis keluar semua rentetan O O O O O O. Kenapa saya sekarang saya jadi hobi berbahasa Palembang ya? Enggak ngerti juga sih. Yang penting, besok kita makan pempek lagi kan!!!
Gemetaran Gara-Gara Guru Bahasa Inggris
Ehhh ada yang kenal drummer grupband Armada gak? Saya kenal donk, dia teman sekolah saya (terus hubungannya apa, wkwkwkw?). Waktu saya kelas 1 SMP, dia suka jadi penyelamat saya di pelajaran Bahasa Inggris. Saya termasuk siswi yang Bahasa Inggrisnya sungguh sangat payah, dan si drummer Armada itu pinter Bahasa Inggris. Setiap ada tugas LKS Bahasa Inggris, pek ketiplek saya nyontek dia aja. Selamatlah saya di kelas 1 SMP dengan nilai yang gak terlalu jelek karena berhasil mencontek dengan smooth.
Kelas 2 SMP, ternyata Tuhan menakdirkan saya untuk hobi shaking alias gemetaran. Apa sebab? Guru Bahasa Inggris-nya strict abis. Dia tahu betul anak-anak yang payah Bahasa Inggrisnya, dia pepetin terus di setiap jam pelajarannya. Nama saya berulang-ulang disebut saat jam pelajaran guru Bahasa Inggris itu. Alamaaaak Mateeeek sayaaa!! Manalah ngerti saya Bahasa Inggris, “The” aja saya baca “te” bukan “de”. Mati saya, mati saya!! Apalagi setiap ujian (sekali lagi, setiap ujian, setiap) si Bapak hobi sekali berdiri di samping saya sambil senyam-senyum memandang saya yang gemetaran menulis jawaban, sampai-sampai pulpen saya bolak-bolak jatuh ke lantai. Si Bapak tampak sangat menikmati momen-momen shaking saya. Urgghh, helpppppp!!! Kenapa pulak si Bapak ini gak pernah bolos ngajar seperti guru-guru lainnya sih? Stres tauk saya dibuatnya!!!
Cinta Monyet VS Bahasa Inggris
Sejak sering dibuat stres oleh si Bapak Guru Bahasa Inggris kelas 2 SMP, saya jadi terobsesi belajar Bahasa Inggris. Sehari sebelum pelajaran si Bapak, saya pasti sudah mencari satu per satu arti kata artikel yang akan diajarkan si Bapak. Singkat cerita, saya harus berterima kasih sama si Bapak, berkat beliau saya jadi gak bodoh-bodoh amat lah Bahasa Inggrisnya.
Suatu hari, saya mencoba ikut tes beasiswa yang diadakan suatu tempat kursus Bahasa Inggris. Lumayan, beasiswanya kursus gratis selama setahun. Setelah mengikuti serangkaian tes, saya pun berhasil meraih beasiswa tersebut. Saya bebas memilih kelas/level apa yang mau saya ikuti. Saya akhirnya memilih kelas persiapan menjadi guru Bahasa Inggris, trial dulu lah karena Mama menyuruh saya untuk jadi guru Bahasa Inggris saja nanti. Setelah serangkaian pelatihan menjadi guru, tiba waktunya saya untuk magang di kelas-kelas dengan level yang berbeda-beda, mulai dari Elementary sampai level Advanced. Suatu hari saya harus mengajar di kelas Intermediate. Level Intermediate biasanya diisi oleh anak-anak SMU, anak kuliahan, bahkan beberapa sudah bekerja. Supaya tidak disangka anak SMU dan murid bisa respect sama saya saat mengajar, penampilan saya buat sok tua dan sok bijaksana. Salah satu murid laki-laki yang seumuran dengan saya, sepertinya tahu kalo saya masih guru abal-abal aka magang, jadi sepanjang pelajaran dia bolak balik senyum melihat saya, gak tahu karena meremehkan atau apa. Setiap saya mengajar, dia selalu seperti itu.
Suatu hari, dari dalam angkot, saya melihat murid cowok itu (selanjutnya saya sebut “Dia” saja ya) beserta rombongan teman-temannya sedang menunggu angkot di halte. Dari jauh saya sudah komat-kamit berdo’a jangan sampai Dia seangkot sama saya. Nanti jadi ketahuan donk kalau saya cuma anak SMU karena saat itu saya sedang menggunakan seragam SMU. Untunglah Dia dan teman-temannya tidak jadi naik angkot yang sedang saya tumpangi.
Tak berapa lama, di suatu kompetisi debat Bahasa Inggris, tiba-tiba saya dihampiri oleh salah satu cowok yang senyam-senyum melihat saya. Ya Tuhan, akhirnya ketahuan juga kalau saya baru anak SMU sama si Dia. Untung Dia tidak jadi lawan debat saya, tapi saya tahu kalau Dia menonton saya lomba debat. Tak berapa lama berselang, saya bertemu lagi dengan murid saya itu di suatu tryout SPMB. Arghh, saya jadi gak bisa jaim lagi donk saat mengajar di depan cowok yang bikin saya jadi debar-debar dan salah tingkah itu, entah karena malu ketahuan atau karena cinta monyet. Saya tahu koq, setelahnya, diam-diam kita masih suka saling mencari dan mencuri pandang, uhuyyy!!! (itu pertama kalinya saya merasa salah tingkah di depan cowok dan untung gak berlanjut! Salah tingkah itu bikin gak bisa konsentrasi, euy!)
Mouth to Mouth
Ini cerita memalukan saya yang jadi favorit suami, soalnya paling sering dia ungkit-ungkit. Suatu hari, teman saya meminta bantuan saya untuk membuat proposal bisnis untuk suntikan modal usaha yang akan dia ajukan ke inkubator bisnis. Proposal yang saya buat cukup keren lah karena berhasil menarik perhatian para juri. Presentasi hari itu menjadi momen tak terlupakan buat saya karena saya ditertawakan sampai mampus sama para juri karena sok Meng-English-kan Bahasa Indonesia. Maksud hati ingin bilang, salah satu metode pemasaran yang akan kami lakukan adalah dengan cara “dari mulut ke mulut” dan dengan pede-nya saya tulis “Mouth to Mouth“. Oalahhh, jadi ketahuan deh amatirannya. Saya bahkan baru tahu kalau in English “pemasaran dari mulut ke mulut” itu adalah adalah “Word of Mouth”.
Belajar Bahasa Italia, demi …
Dulu saya pernah ikut kursus Bahasa Italia di Lembaga Bahasa ITB. Iseng aja sih, biayanya murah soalnya, cuma Rp.100.000 per bulan atau per tiga bulan (saya lupa tepatnya). Lumayan kalau bisa buat nambah panjang CV, kan?
Suatu hari, Insengante-nya membahas pelajaran tentang bagian-bagian tubuh. Lalu dibahas lah tentang hobi orang Itali melakukan operasi plastik atas “kelebihan-kelebihannya”. Yah, maksudnya begini, orang Itali hidungnya terlalu mancung, sehingga mereka melakukan operasi untuk “mempesekkan hidungnya” (ngerti kan ya maksudnya?). Orang Italia bibirnya tipis-tipis, sehingga mereka melakukan operasi plastik untuk “mememblekan bibirnya”. Insengante tak habis-habisnya mencontohkan saya sebagai favorit orang Italia karena berhidung pesek mengembang dan berbibir tebal. Sejak saat itu saya jadi rajin belajar Bahasa Italia. Saya berhayal, siapa tahu nanti saya bisa menikah dengan orang Italia dan memperbaiki keturunan saya. Pede saya meningkat drastis. Sebagai cewek yang kurang laku secara fisik di Indonesia, saya bisa dianggap cantik koq di Italia! Padahal mungkin, Insegnante hanya iseng saja menjadikan saya contoh, membuat saya ge-er. Hahaha, dasar anak muda!!!
Mouth to mouth. Ya Lord 🤣🤣